PBB Adakan Debat Tahunan tentang Nasib Dewan Keamanan

Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan debat tahunan tentang reformasi Dewan Keamanan di tengah meningkatnya konflik dan kekerasan di seluruh dunia.

Membahas isu reformasi yang telah menjadi agenda Majelis Umum selama 44 tahun, para pembicara yang hadir menyerukan Dewan Keamanan menjadi lebih representatif, transparan, dan bertanggung jawab untuk mengatasi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.

Beberapa delegasi menyoroti perlunya keanggotaan yang lebih inklusif serta representatif, dan yang lainnya berpendapat Dewan perlu membatasi penggunaan hak veto.

Presiden Majelis Umum, diplomat Dennis Francis dari Trinidad dan Tobago, mengatakan dalam pidato pembukaannya bahwa permasalahan ini sekarang sangat mendesak, baik secara kontekstual maupun praktis.

“Di tengah meningkatnya kekerasan, PBB nampaknya lumpuh karena perpecahan di dalam Dewan Keamanan, yang gagal menjalankan mandatnya sebagai penjaga utama pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” ujarnya, Kamis, 16 November 2023 .

Tanpa reformasi struktural, katanya, kinerja dan legitimasi Dewan Keamanan akan terus menurun dan begitu pula kredibilitas dan relevansi PBB itu sendiri. Ia mendesak negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk mendukung efektivitas dan inklusivitas.

Perihal keterwakilan yang adil di dewan beranggotakan 15 negara itu, Francis mengungkapkan bahwa Majelis telah memperdebatkannya sejak 1979, namun tidak banyak yang berubah dari Dewan sejak saat itu.

“Tidak mengherankan bahwa, selama beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan yang stabil dalam seruan reformasi yang sudah lama tertunda, dan mencapai puncaknya akhir-akhir ini,” katanya.

Seruan reformasi ini datang di tengah pengeboman yang sedang dilancarkan Israel di Gaza, konflik genting yang belum bertemu ujungnya sementara Dewan Keamanan PBB beberapa kali gagal meloloskan resolusi tentangnya.

Dewan menyetujui sebuah resolusi pada Rabu, 15 November 2023 yang menyerukan jeda kemanusiaan yang “mendesak dan diperpanjang” di Gaza, serta pembebasan sandera Israel dari kelompok Hamas.

Meski akhirnya berhasil, resolusi ini datang setelah empat upaya lainnya gagal untuk mengambil tindakan nyata bulan lalu. Pada Oktober, Rusia gagal dua kali untuk mendapatkan suara minimum yang diperlukan untuk meloloskan resolusi usulannya, AS memveto resolusi yang dirancang oleh Brasil, dan Rusia serta Cina memveto resolusi yang dirancang oleh AS.

 

Mungkin Anda Menyukai