Langkap yang bernama ilmiah Arenga obtusifolia adalah jenis palem-paleman (Arecaceae). Di beberapa pedesaan di Indonesia, daunnya sering digunakan untuk atap. Langkap diperkirakan berasal dari Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Tanaman Langkap tersebar di beberapa negara seperti Thailand, Kamboja, Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Jawa. Salah satunya dapat ditemui di Taman Nasional Ujung Kulon dengan habitat hutan pantai.
Langkap adalah tanaman yang selalu hijau dan membentuk klaster yang dapat tumbuh hingga 20 meter. Batang yang tidak bercabang dapat berdiameter 15–30 cm, bermahkota dilingkari sekitar 8 daun besar berbentuk mawar. Tanaman ini menghasilkan batang baru dari pertumbuhan stoloniferous yang panjangnya bisa mencapai 15 meter.
Umumnya langkap tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 550 meter di atas permukaan laut. Tanaman langkap mempunyai karakteristik antara lain berbunga dan berbuah setiap saat atau tidak dipengaruhi oleh musim, mampu melakukan regenerasi secara vegetatif, mampu memproduksi banyak biji, dan tidak terdapatnya predator buah yang masih muda.
Langkap memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi secara vegetatif melalui tunas akar. Hasil pengamatan dalam penelitian menunjukkan bahwa frekuensi ditemukannya tunas akar yang berkembang menjadi individu Langkap dewasa cukup sering ditemukan di lapangan.
Pada tandan bunga, nisbah seksual bunga jantan dan betina adalah 3 :1. Setiap bunga betina akan berkembang menjadi 2 buah langkap, tetapi dalam perkembangannya, buah yang kalah bersaing dengan pasangannya akan gugur sehingga hanya satu buah yang berhasil berkembang.
Dalam satu tandan buah langkap tua diketahui bahwa satu pohon Langkap dapat memproduksi 1-4 tandan buah dengan jumlah buah per tandan berkisar antara 315 sampai 1.800 buah atau 945 sampai 5.400 biji (dalam satu buah terdapat 3 biji) . Keadaan ini menunjukkan tingginya kemampuan biologis internal langkap untuk menginvasi ekosistem hutan.
Buah langkap muda memiliki kandungan sodium/natrium oksalat terlarut (dalam air) yang tinggi, dan apabila terjadi kontak dengan selaput lendir seperti bibir, mulut dan kerongkongan (satwa liar) akan menyerap kalsium dan membentuk kristal tajam kalsium oksalat tak terlarut (dalam air). Hal ini dapat membunuh satwa yang memakannya. Pada buah Langkap masak, kandungan sodium oksalat sangat kecil sehingga aman dimakan satwa liar. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar binatang akan mengkonsumsi buah Langkap yang sudah masak, pada saat bijinya sudah siap untuk berkecambah.
Hewan pemakan buah langkap masak adalah musang, badak jawa, dan Banteng. Dalam hal ini, musang bertindak sebagai agen penyebar biji yang sangat efektif. Satu pengeluaran feses musang yang mengkonsumsi buah langkap ditemukan biji langkap antara 6-14 biji yang memiliki daya kecarnbah tinggi. Badak Jawa dan Banteng juga menjadi penyebar biji langkap, tetapi kedua jenis satwa ini mengkonsumsi buah langkap dalam porsi yang sangat kecil.
Langkap termasuk tumbuhan invasif. Kecenderungan invasi langkap di Taman Nasional Ujung Kulon sangat tinggi dan diduga merupakan bagian dari proses suksesi vegetasi setelah letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Adanya invasi tanaman ini di TN Ujung Kulon akan menurunkan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun satwa liar. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian tanaman langkap oleh pengelola Taman Nasional Ujung Kulon.
Tanaman langkap kelihatan kurang berarti. Namun, sebenarnya mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, terutama bila dapat disilangkan dengan enau. Di Sumatra, langkap dimanfaatkan untuk menghasilkan nira. Oleh karena itu, langkap berpotensi sebagai tanaman alternatif penghasil gula dengan memanfaatkan nira yang dihasilkannya. Nira dari langkap memiliki aroma yang lebih harum dan lebih manis dibandingkan dengan nira yang dihasilkan dari tanaman aren.