Dalam diskusi yang diselenggarakan PP Muhammadiyah pada Rabu, 20 November 2023, Capres Anies Basweden menanggapi pertanyaan terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara.
Pada momen tersebut, Anies Baswedan menyatakan, jika tujuan pembangunan IKN Nusantara untuk pemerataan, maka menurutnya kurang tepat.
Langkah Pemerintah membangun IKN Nusantara di tengah hutan menjadi kurang tepat, karena akan menimbulkan ketimpangan baru.
Menurut dia, langkah yngg lebih tepat untuk pemerataan adalah membangun kota kecil menjadi kota sedang, dan kota sedang menjadi kota besar di sejumlah wilayah.
Dari pernyataan terkait Ibu Kota Nusantara yang disampaikan Anies Baswedan, ada sejumlah catatan yang akan kami sampaikan.
Pertama, kota yang akan dibangun di Ibu Kota Nusantara, bukan di tengah hutan, melainkan di pinggir jalan yang berdekatan dengan Hutan Tanaman Industri ( HTI ), termasuk sawit yang dulunya biasa ditebang setiap musim.
Sekadar informasi, kawasan Istana Presiden, Kantor Kemenko, Perumahan Menteri, HPK, ASN, Hotel, rumah sakit, dan fasilitas lainnya tidak jauh dari jalan utama.
Kedua, jika dilihat dari dari tujuan pembangunan IKN Nusantara, maka pemerataaan bukanlah tujuan utama. Namun, tujuan tidak langsung bersama sejumlah tujuan tidak langsung lainnya.
Menurut lampiran 2 UU Nomor 3 tahun 2022 tentang IKN, visi IKN adalah kota dunia untuk semua dan memiliki tiga tujuan yaitu membangun kota dunia berkelanjutan, simbol identitas nasional dan penggerak ekonomi Indonesia ke depan.
Dengan demikian apa yang menjadi argumen yang menganggap pemindahan IKN hanya untuk pemerataan saja menjadi kurang relevan.
Jadi sebaiknya kita tidak menyederhanakan tujuan pemindahan IKN dalam arti sempit dan seolah-olah kita tidak tahu bahwa banyak argumen lain yang menyertainya.
Bukankah upaya pemindahan IKN sudah dilakukan sejak era Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Bukankah salah satu tujuan penunjang pemindahan IKN adalah agar kita tidak lagi menjadi Jawa sentris, tapi menjadi Indonesia sentris?
Bukankah pembangunan dan perputaran uang selama ini di Jawa dan Jakarta?
Ketiga, jika dikatakan menimbulkan ketimpangan baru dengan daerah sekitar, maka merupakan jawaban yang kurang bijaksana.
Hal ini karena pembangunan IKN Nusantara saat ini telah mentrigger dan menyemangati pembangunan kota dan daerah sekitar termasuk di Kaltim, Kalimantan, hingga Indonesia Timur.
Bahkan perbatasan Kalimantan dengan negara lain yang selama ini tertinggal.
Apakah Kaltim dan Kalimantan tidak bisa menikmati hasil kontribusi ratusan triliun pertahun yang diberikan kepada negara?
Keempat, membangun Ibu Kota Nusantara sebaiknya dibedakan dengan membangun kota kecil dan kota menengah atau kota besar karena tidak sesuai, apalagi dikaitkan dengan pemerataan.
Perlu dipahami bahwa pemindahan IKN dimaksudkan untuk menjadikan IKN Nusantara sebagai pusat pemerintahan, jadi Jakarta tetap sebagai pusat bisnis dan jasa.
Hal ini berdasarkan pengalaman dari banyak negara yang telah memindahkan Ibu Kota Negara.
Ibu kota lama selalu tetap menjadi pusat bisnis dan jasa. Bahkan ada sejumlah negara yang memiliki dua ibu kota negara.
Meski demikian, bagi penulis, kritis terhadap pembangunan IKN Nusantara merupakan hal yang positif sehingga menambah kawan berpikir.
Selain itu kita tidak menjadi lengah dan tetap ikut mengawasi pembangunan IKN.
Perlu diketahui bahwa jika ditelusuri pernyataan Anies Baswedan, sesungguhnya beliau tidak menolak IKN, tapi mengkritasi langkah pembangunan IKN yang harus disempurnakan.
Saya sendiri sempat ketemu langsung dan menyerahkan buku IKN Nusantara yang saya tulis.
Diperlukan sinergi dan gotong royong dengan semua pihak dalam mengawal dan mendukung pembangunan IKN Nusantara.
Namun ada baiknya yang mengkritisi IKN agar membaca semua dokumen dan kajian IKN sebelum berpendapat.
Setidaknya mengunjungi IKN dan melihat dari dekat progres pembangunan IKN Nusantara.
Saya menyarankan kepada kawan-kawan yang kritis ada baiknya dengan membuat tulisan atau penelitian agar apa yang disampaikan memiliki bobot ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan ke depan.