Guru Honorer Jakarta Digaji Rp300 Ribu Padahal Kwitansinya Rp9 Juta

Meskipun kwitansi yang diungkapkan baru-baru ini mencapai Rp9 juta, guru honorer menerima gaji Rp300 ribu. Ditambah lagi, peristiwa ini terjadi di ibu kota DKI Jakarta, di mana standar upah minimum pada tahun 2023 akan mencapai Rp 4,9 juta.

Diduga ada praktik penyunatan gaji guru honorer, yang membuat kasus ini menjadi perhatian publik. Di SDN Malaka Jaya 10, Duren Sawit, Jakarta Timur, guru tersebut mengajar agama Kristen.

Guru honorer ini menerima gaji sebesar Rp 300 ribu per bulan dan mengajar selama lima hari setiap pekan. Dia masuk penuh dari pukul 6.30 pagi hingga pukul 15.00 sore.

Kasus ini muncul pada hari Rabu, 22 November 2023, saat Forum Guru Pendidikan Agama Kristen Indonesia (Forgupaki) mengadakan audiensi di DPRD DKI Jakarta.

Guru itu menyatakan bahwa dia telah menandatangani kwitansi bersama kepala sekolah mengenai kompensasi dirinya selama menjadi pendidik. Padahal ia hanya menerima upah Rp300 ribu per bulan, dalam kwitansi itu tertulis nominal Rp9 juta.

Saat dihubungi pada Jumat (24/11/2023), Abraham Pellokila, Ketua Umum Forgupaki, menyatakan, “Jadi informasi yang saya terima bahwa guru itu saat tanda tangan terlihat ada nominal upah senilai Rp 9 juta, tapi pas dia terima hanya Rp 300 ribu.”

Abraham menyatakan bahwa guru honorer itu memiliki kesempatan untuk memfoto kwitansi pembayaran yang dia tandatangani.

Untuk bulan Juli hingga Agustus, kwitansi itu menunjukkan upah sebesar Rp 9.283.708. Abraham berkata, “Namun dia memang fotonya diam-diam, jadinya tidak terlihat full kwitansinya.”

Abraham menyatakan bahwa organisasinya di Jakarta masih memiliki banyak guru honorer dengan upah yang sangat rendah.

Selain itu, ada guru honorer agama Kristen di beberapa SDN di Jakarta Selatan yang menerima gaji sebesar Rp 500 ribu.

Abraham berpendapat bahwa kepala sekolah bertanggung jawab untuk memberikan kompensasi nominal kepada guru honorer.

Apakah 300 ribu rupiah per bulan cukup untuk menjalani kehidupan normal di Jakarta? “Tapi ya begitulah kenyataannya, mereka menerima gaji sesuai keinginan kepala sekolahnya saja,” kata Abraham.

Abraham menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan keluhan guru honorer itu ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta sejak lama. Namun, tidak ada hasil yang dicapai selama itu.

Akhirnya, Forgupaki memutuskan untuk beraudiensi dengan Komisi E DPRD DKI, yang bertanggung jawab atas masalah pendidikan.

Abraham menyatakan, “Kami terpaksa naik ke Komisi E supaya kesejahteraan guru honorer ini diperhatikan.”

Ima Mahdiah, anggota Komisi E Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, sebelumnya meminta Disdik untuk menyelidiki masalah guru honorer agama Kristen di SDN Malaka Jaya 10.

Dia menyatakan bahwa kepala sekolah harus bertanggung jawab jika praktik seperti itu terjadi di SDN Malaka Jaya 10.

Jika hal-hal seperti ini terjadi, kepala sekolahnya harus diganti. Dalam pertemuan, Ima menyatakan, “GaK ada ampun lagi (kejadian) di SD Malaka Jaya 10”.

Selain itu, ia menekankan penggunaan anggaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang digelontorkan secara tahunan oleh Pemprov DKI, jika kompensasi guru honorer tetap tidak layak.

Untuk menjamin kesejahteraan dan kesejahteraan guru honorer, dana BOP atau BOS dapat digunakan, menurut Ima.

Ima menyatakan bahwa dana BOP dan BOS harus diaudit agar tidak terkesan tidak ada uang, meskipun miliaran telah dialokasikan untuk BOP dan BOS.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Purwosusilo enggan berkomentar tentang kepala sekolah SDN Malaka Jaya 10 yang diduga menipu guru agama Kristen dalam pembayaran mereka. Ia hanya menyatakan bahwa Disdik sedang menyelidiki kasus ini.

“Kasusnya sedang ditangani,” katanya pada hari Jumat, 24 November 2023.

Purwosusilo menolak untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Disdik DKI. Saya mencoba bertanya lagi apakah pihak Disdik DKI telah menghubungi kepala sekolah, tetapi Purwosusilo tidak memberikan jawaban.

Mungkin Anda Menyukai