Pada Rabu (28/6/2023) lalu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) telah mengingatkan dan memprediksi badai Matahari akan terjadi pada tahun 2025.
Badai tersebut diperkirakan memicu gangguan pada perangkat elektronik serta memengaruhi satelit di atmosfer. Akibatnya, ada potensi muncul gangguan internet, sinyal ponsel, dan televisi satelit selama berbulan-bulan atau disebut kiamat internet
Informasi kiamat internet ini juga sempat ramai dibahas di media sosial X (Twitter). Unggahan tersebut menyebutkan manusia akan hidup tanpa internet saat kiamat internet terjadi.
“Beredar kabar NASA peringatkan kiamat internet selama berbulan-bulan terjadi pada tahun 2025,” tulis akun tersebut yang telah tayang sebanyak jutaan kali dan dibagikan ribuan pengguna X.
Lantas, benarkah badai Matahari dapat menyebabkan kiamat internet di Bumi?
Jumat (3/11/2023), Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha menjelaskan bahwa prediksi badai Matahari menyebabkan kiamat internet pada 2025 sudah lama diungkapkan NASA dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA).
Badai Matahari adalah kejadian di mana kutub Matahari berubah yang menyebabkan dilepaskannya milyaran partikel yang mengandung elektromagnetik ke dalam Tata Surya.
Meskipun partikel Matahari akan tersebar di Tata Surya, Pramata mengungkapkan lapisan udara yang mengelilingi Bumi akan membuat efeknya tidak terasa bagi tubuh manusia.
Namun, kondisi berbeda bisa terjadi di berbagai sistem telekomunikasi yang bekerja menggunakan sinyal radio seperti satelit, radio, dan televisi.
“Efek gelombang elektromagnetik yang dilepaskan oleh Matahari pada saat terjadi badai Matahari dapat mengganggu proses pengiriman serta penerimaan sinyal,” kata dia, Selasa (4/7/2023).
Kondisi ini kemungkinan dapat membuat proses komunikasi terganggu. Namun Pratama juga menyatakan bahwa prediksi kiamat internet atau kondisi Bumi benar-benar kehilangan sinyal internet akibat badai Matahari tidak sepenuhnya benar. Hal itu karena tidak semua sistem telekomunikasi dan internet akan terkena imbas dari badai Matahari.
Menurut dosen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, komunikasi melalui fiber optic tetap akan dapat berjalan seperti biasa.
Menurutnya, fiber optic atau serat fiber merupakan teknologi layanan internet yang menyalurkan sinyal melalui kabel.
“Hanya saja mungkin kapasitas yang bisa ditampung akan berkurang karena sebagian transmisi sinyal masih menggunakan satelit dan radio yang akan terganggu pada saat terjadi badai Matahari,” jelasnya.
Di sisi lain, menurut Pratama, badai Matahari hanya terjadi selama siklus tertentu. Sehingga gangguan yang terjadi pada sistem komunikasi satelit dan radio hanya akan terjadi beberapa saat waktu puncak badai Matahari saja.
Setelah puncak badai Matahari usai, semua sistem komunikasi akan dapat kembali berfungsi normal.
“Meskipun akan dapat kembali mengalami gangguan jika ada badai Matahari selanjutnya,” tuturnya.
Ilmuwan sebut Bumi Mau Kiamat
Di sisi lain, para ilmuwan memperingatkan soal dampak buruk yang terjadi karena perubahan iklim di planet Bumi.
Dalam sebuah makalah baru diterbitkan dalam Jurnal BioScience yang telah ditandatangani bersama oleh lebih dari 15.000 ilmuwan di 161 negara, mengatakan iklim di Bumi berubah dengan cepat dan dapat mengakibatkan bencana global yang sangat besar pada akhir abad ini.
Ribuan ilmuwan tersebut memperingatkan bahwa kehidupan di Bumi sedang terancam dan bergerak makin cepat menuju kiamat. Bahkan, menyebut waktunya sudah habis.
Mereka menyebut, perlu menyelamatkan bumi untuk mencegah bencana lebih lanjut sebelum abad ke-21 berakhir pada 2.100 mendatang atau 77 tahun lagi.
“Selama beberapa dekade, para ilmuwan secara konsisten memperingatkan masa depan yang ditandai dengan kondisi iklim ekstrem karena meningkatnya suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang melepaskan gas rumah kaca berbahaya ke atmosfer,” tulis makalah tersebut, dikutip dari Futurism, Jumat (3/11/2023).
Dalam sebuah pernyataan, peneliti pascadoktoral Oregon State University (OSU) dan salah satu penulis utama studi Christopher Wolf menyampaikan makalah tersebut sambil mengungkap strategi mitigasi yang besar.
“Kita sedang menuju potensi runtuhnya sistem alam dan sosial-ekonomi dan dunia dengan panas yang tak tertahankan dan kekurangan sumber daya alam, makanan dan air bersih,” ujar Wolf.
Dalam studi tersebut, Postdoc OSU dan 11 rekan penulis lainnya memasukkan banyak poin data mengejutkan yang menunjukkan bahwa pada tahun 2023, banyak rekor iklim dipecahkan dengan margin yang sangat besar. Para penulis menunjuk secara khusus seperti musim kebakaran hutan Kanada yang sangat aktif tahun ini.
Peneliti mengatakan bahwa kejadian ini menunjukkan titik kritis menuju rezim kebakaran baru, yang bisa dibilang merupakan salah satu kalimat akademis paling menakutkan yang pernah ditulis.
Profesor kehutanan terkemuka di OSU, William Ripple, yang merupakan salah satu penulis penelitian ini, menambahkan bahwa tahun ini telah membawa pola yang sangat mengkhawatirkan.
Pola tersebut tentu bukan kabar yang menggembirakan, sebab manusia hanya berbuat sedikit untuk memperbaiki keadaan.
“Kami juga hanya menemukan sedikit kemajuan yang bisa dilaporkan terkait upaya umat manusia dalam memerangi perubahan iklim,” kata Ripple.
8 skenario kiamat
Sementara, sejumlah film besar sekelas Hollywood kerap membuat film tentang kiamat atau akhir dunia. Hal yang sama juga pernah diramalkan segelintir orang sejak dulu kala. Namun, bagaimana kiamat dipandang dari sisi sains?
Global Challenges Foundation, sebuah organisasi dengan misi mengurangi isu-isu global yang dihadapi semua orang, membuat laporan tahunan berjudul “Risiko Bencana Global”.
Dalam menyusun laporannya, peneliti meninjau berbagai makalah dan berkonsultasi dengan ahlinya.
Inilah 8 skenario yang diduga bisa menyebabkan kiamat :
- Perang Nuklir
Para ahli memperingatkan, di masa depan kemungkinan akan ada perang nuklir yang lebih dahsyat dibanding beberapa dekade lalu. “Sesaat setelah pemboman Hiroshima yang menewaskan 150.000 orang, dunia hidup dalam bayang-bayang perang yang berbeda dari sebelumnya,” kata ahli.
Senjata tercanggih di masa depan mungkin dapat melenyapkan 80 sampai 90 persen isi bumi, termasuk manusia, dengan radius 1-4 kilometer.
Saat ini, AS dan Rusia diketahui memiliki persenjataan terbesar dengan 7.000 hulu ledak seperti rudal, torpedo, atau senjata sejenis. Setelah dua negara itu, Inggris, Perancis, China, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel diyakini memiliki beberapa perangkat nuklir.
Perang nuklir tidak hanya bisa menghapus kehidupan dan suatu wilayah. Hal ini juga bisa menyisakan penyakit radioaktif.
- Perang biologi dan kimia
Dibanding serangan pada umumnya, senjata berbahan biologi dan kimia lebih murah pembuatannya.
Kemajuan teknologi dalam rekayasa genetika dan biologi sintetis memudahkan cendekiawan mengubah mikro-organisme menjadi sesuatu yang berpotensi bahaya.
Jika mikro-organisme dilepaskan dari laboratorium terkontrol karena kesalahan atau tindak kejahatan, hal ini dapat menimbulkan pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
- Perubahan Iklim
Pada tahun 2015 lalu, lebih dari 200 negara telah menandatangani Perjanjian Iklim Paris yang mencakup janji untuk menjaga suhu global jauh di bawah 2 derajat Celsius di atas rata-rata pra-industri.
Hal ini untuk mencegah wilayah seperti New York, Mumbai, Shanghai, dan kota-kota pesisir lainnya agar tidak tenggelam dalam air dan menyelamatkan lebih dari satu miliar manusia yang mendiami wilayah pesisir.
“Skala kehancuran berada di luar kemampuan kita, kemungkinan besarnya peradaban manusia bisa segera berakhir,” kata para ahli menyimpulkan.
Laporan ini muncul setelah sebuah studi tentang perubahan iklim membahas ancaman kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius dapat mendorong ke sejumlah hal negatif, termasuk cuaca ekstrem, banjir, dan gelombang panas.
- Hancurnya ekosistem
Manusia mengandalkan ekosistem yang seimbang agar bisa hidup di tingkat sosial dan ekonomi. Sementara itu, ekosistem juga tidak bisa diambil begitu banyak.
Polusi, pergerakan spesies di seluruh dunia, dan rusaknya habitat makin mengancam ekosistem. Jika ekosistem melewati ambang batas, maka air tawar akan menjadi langka, kualitas tanah menurun, dan keanekaragaman hayati hancur. “Hal ini akan membuat kondisi manusia memburuk secara signifikan,” tulis para penulis.
Sebagai contoh, sejak 1960 perubahan iklim dan kekeringan menyusut 90 persen dan berdampak pada 40 juta kehidupan.
- Pandemi
Berkat adopsi kemajuan medis, seperti peluncuran vaksin, tingkat penyakit seperti kolera dan malaria menurun pada abad lalu.
Tetapi ancaman pandemik bencana tetap ada, karena penyakit baru yang tidak dilengkapi pelindung seperti vaksin dapat muncul.
Misalnya ada mikro-organisme yang menyebar ke kawasan yang padat penduduk lewat pasokan air. Sebelumnya virus covid yang menyebar lewat udara dan sentuhan.
Resistensi terhadap antibiotik juga menjadi perhatian utama karena menghilangkan senjata penting dalam perang melawan bakteri dan penyakit.
- Dampak asteroid
Seperti kita tahu, di masa lalu sebuah asteroid menghancurkan seluruh dinosaurus di muka bumi.
Berkaca dari hal tersebut, tidak ada yang dapat memastikan bahwa hal itu tidak lagi terjadi. Bukti menunjukkan, tabrakan asteroid dengan konsekuensi bencana terjadi rata-rata setiap 120.000 tahun.
Para ahli khawatir puing-puing dari tabrakan asteroid bisa menutup sinar matahari sampai berbulan-bulan, merusak lingkungan, dan ekosistem.
Ahli memperkirakan korban tewas akibat asteroid bisa mencapai ratusan juta jiwa.
- Letusan supervolcanic
Erupsi supervolcanic diyakini dapat menghancurkan 400 kilometer kubik materi.
Data tentang kejadian semacam itu relatif terbatas dan oleh karena itu sulit untuk memprediksi letusan secara akurat.
Namun, para ahli vulkanologi percaya letusan supervolcanic terjadi setiap 17.000 tahun sekali, dan yang terakhir terjadi di Selandia Baru sekitar 26.500 tahun lalu.
Jika gunung berapi super seperti Yellowstone di AS meletus, maka hampir seluruh makhluk hidup dapat terbunuh dan infrastruktur seperti pertanian akan hancur.
Bukan itu saja, sejumlah negara memiliki titik letusan gempa bumi yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan goncangan dahsyat.
Polutan seperti sulfat dan abu juga dapat menghalangi sinar matahari untuk waktu yang singkat dan menyebabkan penurunan suhu global.
- Artificial intelligence (AI)
Para ahli sangat prihatin dengan prospek robot yang melampaui kecerdasan manusia.
Terlepas dari upaya menyelaraskan mesin dengan moralitas yang disepakati, kesalahan kecil dapat membuat manusia berada di tangan teknologi dengan tingkat kecerdasan yang ekstrim.
Skenario berbahaya yang paling mungkin akan melihat AI sebagai senjata baru yang dapat menjadi bumerang.
Seperti halnya dengan warning dari pria yang secara luas dipandang sebagai bapak kecerdasan buatan (artificial intelligence) telah mengundurkan diri dari pekerjaannya di Google seraya memperingatkan tentang bahaya yang dapat muncul dari perkembangan AI.
Geoffrey Hinton, 75 tahun, baru-baru ini mengumumkan pengunduran dirinya dalam sebuah pernyataan kepada surat kabar New York Times. Ia berkata bahwa ia sekarang menyesali pekerjaannya.
Ia mengatakan kepada BBC beberapa bahaya chatbot AI “cukup menakutkan”.
“Saat ini, mereka tidak lebih cerdas dari kita, sejauh yang saya tahu. Tapi saya pikir tak lama lagi mereka mungkin akan begitu (menjadi lebih cerdas dari manusia).”
Dr. Hinton juga mengakui bahwa usianya punya andil dalam keputusannya untuk meninggalkan Google. “Usia saya 75 tahun, jadi sudah waktunya untuk pensiun,” katanya kepada BBC.
Riset terobosan Hinton tentang neural network dan deep learning membuka jalan untuk sistem-sistem AI masa kini seperti ChatGPT.
Dalam teknologi kecerdasan buatan, neural network adalah sistem yang mirip dengan otak manusia dalam kemampuannya mempelajari dan memproses informasi.
Mereka memungkinkan AI untuk belajar dari pengalaman, layaknya manusia. Inilah yang disebut deep learning.
Sang psikolog kognitif dan ilmuwan komputer berdarah Inggris-Kanada ini berkata kepada BBC bahwa chatbot tak lama lagi dapat melampaui level informasi yang disimpan oleh otak manusia.
“Sekarang, yang kita saksikan ialah sistem-sistem AI seperti GPT-4 memiliki pengetahuan umum yang jauh melampaui pengguna manusia. Dalam hal nalar, ia tidak sebagus itu (manusia), tapi sudah melakukan penalaran sederhana,” ujarnya.
“Dan melihat laju kemajuannya, kita dapat berharap mereka menjadi lebih baik dengan cepat. Jadi kita perlu khawatir tentang itu.”
Dr. Hinton menyebut tentang “aktor-aktor jahat” yang akan mencoba menggunakan AI untuk “hal-hal buruk”.
Ketika diminta oleh BBC untuk mengelaborasi komentar ini, ia menjawab: “Ini hanya skenario terburuk, semacam skenario mimpi buruk.
“Anda dapat membayangkan, misalnya, seorang aktor jahat memutuskan untuk memberi robot kemampuan untuk menciptakan subtujuan mereka sendiri.”
Sang ilmuwan memperingatkan bahwa ini akhirnya dapat “menciptakan subtujuan seperti ‘Saya perlu mendapatkan lebih banyak kekuatan'”.
Ia menambahkan: “Saya menyimpulkan bahwa jenis kecerdasan yang kita kembangkan sangat berbeda dengan kecerdasan yang kita punya.
“Kita adalah sistem biologis dan ini adalah sistem digital. Dan perbedaan besarnya ialah dengan sistem digital, Anda bisa punya banyak salinan dari satu berat yang sama, model yang sama, tentang dunia.”
Matt Clifford, ketua Badan Riset dan Penemuan Tingkat Lanjut Inggris, berbicara dalam kapasitas pribadi, berkata kepada BBC bahwa pengumuman Dr. Hinton “menekankan betapa cepatnya perkembangan kapabilitas AI”.
“Ada banyak manfaat dari teknologi ini, tetapi amat penting dunia banyak berinvestasi, dan segera, dalam keamanan dan kontrol AI,” ujarnya.
Dr. Hinton bergabung dengan semakin banyak pakar yang mengungkapkan kekhawatiran tentang AI — baik tentang kecepatan maupun arah perkembangannya.
Maret lalu, surat terbuka yang ditandatangani oleh puluhan orang di bidang AI, termasuk miliarder teknologi Elon Musk — meminta penangguhan perkembangan AI yang lebih canggih dari versi chatbot AI ChatGPT saat ini, supaya langkah-langkah keamanan yang kuat dapat dirancang dan diimplementasikan.